Seruan FML untuk Aksi Langsung Kekerasan

Dalam Women’s March 2018 di Salatiga, Federasi Mahasiswa Libertarian (FML) menyerukan digunakannya aksi langsung kekerasan terhadap segala macam bentuk represi seksual di Indonesia. Hal ini merupakan respon atas RKUHP yang dinilai akan merugikan kelompok perempuan dan kelompok gender termarjinalkan lainnya. Selain itu, seruan ini juga merupakan respon atas kebangkitan kelompok ultra-nasionalis dan fundamentalis Islam yang menjadi polisi moral atas segala kegiatan seksual, juga bentuk otonomi dan solidaritas terhadap penanganan kasus-kasus kekerasan seksual di luar campur tangan hukum dan kepolisian. Continue reading Seruan FML untuk Aksi Langsung Kekerasan

UPDATE: Tamansari Clash, One Backhoe Burned

Warga RW 11 Tamansari, Bandung, Jawa Barat, dan solidaritas yang terdiri dari mahasiswa dan komunitas yang masih berjuang mempertahankan rumah terlibat bentrok dengan Kontraktor dan Ormas yang mendukung rumah deret. Peristiwa ini terjadi pada hari Selasa 6 Maret 2018 sekitar apukul 22.00 di daerah sekitar Taman Film. Warga dan solidaritas yang ingin menduduki Backhoe untuk menghentikan proses pembangunan ditahan oleh ormas. Karena kalah jumlah, Ormas mulai melakukan penyerangan kepada warga dan mahasiswa dengan pemukulan dan melempar batu. Puluhan mahasiswa dan warga terluka cukup parah dan harus dilarikan ke rumah sakit Sariningsih. Satu backhoe juga dibakar oleh massa solidaritas anti-penggusuran. Continue reading UPDATE: Tamansari Clash, One Backhoe Burned

Solidaritas Untuk Papua (Barat) Merdeka (Salatiga)

15 November 2017, Salatiga (Jawa Tengah)

Solidaritas antar berbagai aliansi termasuk diantaranya Federasi Mahasiswa Libertarian (FML), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) terjadi di kota kecil Salatiga, tepatnya di Universitas Kristen Satya Wacana. Solidaritas ini merupakan seruan dari KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dalam skala nasional untuk menekan pemerintah Indonesia agar memberikan hak untuk menentukan pilihan bangsa Papua Barat. Dalam hal ini, kaum anarkis dan libertarian, membatasi solidaritasnya dalam bentuk otonomi bangsa Papua Barat dan bukannya disintergrasi yang akan menciptakan negara baru lagi.

**english transation

Solidarity between various alliances including Libertarian Student Federation (FML), Papuan Student Alliance (AMP) in the small town of Salatiga, at the Satya Wacana Christian University. This solidarity is a nationwide call from the KNPB (National Committee of West Papua) in order to give pressure to the Indonesian government to give rights to West Papuan independence and autonomy. In this case, anarchists and libertarians limited their solidarity for the full autonomy and freedom of West Papua from Indonesian state and not supporting the creation of West Papua as a nation-state.

Anarkis/FML

Videos Links (click on the links below):

some anarchists students make their way out of campus

Demonstration outside of University

 

Malam Penuh Amarah

Oleh: Filippo Argenti

(Tentang Kerusuhan di Perancis Akhir 2005[*])

Ada yang mengetuk dan terus mengetuk tak sabar di pintu kami. Cepat atau lambat kami harus membukanya… Banyak yang tetap bersembunyi, tidak hanya para pengecut, tetapi juga mereka yang terlalu tenang atau terlalu merasa baik-baik saja. Mereka tidak ingin terlibat. Tetapi mereka telah terlibat sebagaimana arus terus menerus membawa mereka dan kedip-kedipan mata mereka sama sekali tak berguna. Bahkan bahasa menjadi tak berguna secara menyedihkan, bahasa terlahir dari dunia lama, dengan dikorbankannya yang lama, maka imaji-imaji lama akan tergantikan oleh era baru. Tak ada lagi yang tetap sama; kata-kata lama berjatuhan tumpang tindih karena semuanya tak dapat merayap pada sesuatu yang baru. Ada sebuah tegangan di mana tak ada lelucon, kritik dan kebijaksanaan yang dapat meraihnya. Era borjuis mulai berakhir. Tak seorangpun yang tahu apa yang hadir. Kebanyakan memiliki pandangan yang gelap dan dengan demikian mereka dilecehkan. Massa juga masih memiliki sebuah sensasi kegelapan atasnya tetapi mereka tak mampu mengekspresikan diri mereka dan (juga) masih tertindas. Yang Tua dan yang Baru, oposisi yang tak terdamaikan antara apa yang ada saat ini dan apa yang akan terjadi kemudian, terus saling bertempur, dan bersenjata lengkap mereka berdua melemparkan diri mereka melawan satu sama lain. Debur ombak menghantam bumi. Ini semua bukan hanya persoalan ekonomi; ini semua bukanlah sekedar sebuah pertanyaan tentang makan, minum dan menghasilkan uang. Ini bukanlah sekedar permasalahan bagaimana kemakmuran didistribusikan, tentang siapa yang akan bekerja dan siapa yang akan tereksploitasi. Tidak, apa yang terjadi saat ini benar-benar berbeda: ini adalah segalanya.

(Kurt Tucholsky, Weltbűhne, 11 Maret 1920)

Continue reading Malam Penuh Amarah

Menakar Demokrasi: Sebuah Perspektif Anarkis

Belakangan terjadi kesalahpahaman mendasar perihal bagaimana kaum anarkis memahami demokrasi. Secara tegas, kaum anarkis bukanlah prodemokrasi atau sekadar penyokong demokrasi-langsung maupun jenis demokrasi radikal lainnya. Demokrasi sebagai suatu konsep modern mengenai pemerintahan politik, yang mendasari konsepnya melalui “aspirasi kekuasaan politik mayoritas”, bukanlah sesuatu yang anarkis. Dengan diiringi riuhnya ajang Pesta Demokrasi, banyak kaum radikal terbelit gaung kaum kiri nasional untuk bepartisipasi bersama elit-elit politik, untuk “merayakan demokrasi”, bahkan beberapa kaum anarkis menganggap diri mereka sebagai aktivis prodemokrasi. Dalam situasi demikian, penting bagi kami untuk menyebarkan tulisan ini sebagai suatu kritik total atas demokrasi—dalam bentuknya yang langsung maupun yang terwakilkan.

Definisi Demokrasi

Demokrasi merupakan sebuah teori pemerintahan di mana hukum, dalam pengertian luasnya, merefleksikan keinginan mayoritas yang ditentukan melalui pemilihan langsung maupun melalui perwakilan. Secara umum, demokrasi terlegitimasi melalui pengadopsian suatu konstitusi, yang melegalisasikan aturan-aturan mendasar, prinsip, tugas, dan kekuasaan dari pemerintah serta aturan dan hak individual terhadap pemerintah. Aturan yang disebut terakhir diadakan untuk melindungi individu dari kekangan mayoritas “demokratis”, sebuah konsep yang dikembangkan oleh republikanisme selama digulingkannya monarkisme.

Continue reading Menakar Demokrasi: Sebuah Perspektif Anarkis

Ketakutan Akan Konflik

Kapanpun beberapa anarkis dalam jumlah cukup banyak berkumpul bersama, terjadi adu argumentasi. Hal ini tidak mengejutkan, semenjak kata “anarkis” digunakan untuk mendeskripsikan sebuah ranah luas yang yang sering berisi ide-ide dan praktik yang saling berkontradiksi. Satu-satunya yang menyamakannya adalah hasrat untuk menyingkirkan otoritas, dan para anarkis bahkan tidak selalu setuju pada apa itu otoritas, seperti apa metoda yang dirasa tepat untuk menghapuskannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong hadirnya (pertanyaan-pertanyaan) lain, dan karenanya argumentasi tak terelakkan.

Argumentasi tidak menggangguku. Apa yang menggangguku adalah fokus pada sebuah upaya untuk selalu tiba pada sebuah persetujuan. Diasumsikan bahwa “karena kita semua adalah anarkis”, kita semua harus menginginkan hal yang sama; konflik-konflik yang terjadi pasti adalah ketidakpahaman yang dapat diselesaikan dengan cara membicarakannya, dengan menemukan ranah bersama. Saat seseorang menolak untuk membicarakannya dan tetap bersikukuh memantapkan perbedaannya, mereka dianggap dogmatis. Keteguhan dalam menemukan ranah bersama mungkin saja menjadi sumber-sumber yang paling signifikan dari dialog tanpa akhir yang seringkali hadir saat kita beraksi dalam menciptakan hidup kita dalam terminologi kita sendiri. Usaha untuk menemukan sebuah ranah bersama mencakup sebuah pengingkaran terhadap konflik-konflik yang nyata.

Continue reading Ketakutan Akan Konflik

Penghapusan Dunia Kerja

 

Oleh: Bob Black

“TAK ADA SEORANG PUN YANG SEHARUSNYA BEKERJA.”

Kerja merupakan sumber dari hampir seluruh kesengsaraan di dunia ini. Nyaris semua kebusukan yang dapat kamu sebutkan tentang dunia ini tercipta dari bekerja atau hidup di dunia yang dirancang untuk bekerja. Untuk dapat berhenti menderita, kita HARUS berhenti bekerja.

Menghapuskan dunia kerja bukan berarti kita harus berhenti melakukan sesuatu. Penghapusan dunia kerja berarti menciptakan sebuah gaya hidup baru yang berdasarkan permainan; dengan kata lain, sebuah revolusi kegembiraan. Harap diingat pula, bahwa yang saya maksud dengan ”kesenangan” di sini mencakup juga kreativitas, kegembiraan makan bersama, pesta perayaan, dan bahkan mungkin juga kesenian. Bermain memiliki arti yang lebih luas dari sekedar “bermain” versi anak-anak (meskipun hal tersebut juga sangat bermanfaat). Saya menyerukan sebuah petualangan kolektif yang dilengkapi kegembiraan dan relasi saling menguntungkan yang bebas. Untuk bermain adalah berarti untuk tidak menjadi pasif. Adalah sesuatu yang tak terbantahkan bahwa sekarang, berapapun pendapatan serta apa pun pekerjaan kita, kita butuh lebih banyak waktu untuk bersenang-senang dari yang telah kita nikmati sekarang ini: saat pulih dari kelelahan-akibat-pengabdian, hampir semua dari kita ingin BERTINDAK.

Continue reading Penghapusan Dunia Kerja

Terbuangnya Manusia dari Taman Firdaus

Seluruh kehidupan di atas planet yang semakin tak nyaman ini diatur oleh sistem ekonomi global yang mendasari dirinya pada uang, profit dan pertukaran–kapitalisme. Secara virtual, segala sesuatu memiliki harga–makanan, minuman, tanah, rumah, tumbuhan, binatang, kerja manusia. Mereka yang tak mampu membayar tak akan diperbolehkan mendapatkannya, bahkan apabila konsekuensi dari ketidakmampuan tersebut adalah kematian.

Bagi mayoritas manusia konsekuensinya adalah bahwa hidup menjadi didominasi oleh kerja, sekolah yang menghabiskan setengah usia seseorang, pabrik, kantor, pasar dan penjara. Bagi banyak orang ini berakibat pada kemiskinan, perang dan berbagai bentuk penindasan lainnya. Tetapi toh manusia bukan satu-satunya yang terjebak dalam jejaring mengerikan ini. Segala jenis spesies menjadi subyek pengaplikasian industri yang berujung pada kesengsaraan dan kematian alam liar, bahkan juga, kepunahan.

Telah jelas bahwa apa yang dialami oleh manusia, dialami juga oleh spesies lain yang hidup di atas bumi, semua juga terjadi atas sumber yang sama, sistem produksi dan pertukaran yang juga sama. Dalam tulisan berikut ini, akan berusaha dipaparkan bahwa sistem yang mengeksploitasi manusia saat ini adalah sistem yang sama yang lahir dari penghancuran atas spesies lainnya, atas ekologi secara keseluruhan. Dengan demikian, diharapkan gerakan yang berupaya mengabolisi kapitalisme akan menyadari sepenuhnya bahwa itu adalah berarti juga mengubah relasi tak hanya antarmanusianya saja, tetapi juga antara manusia dengan alamnya.

Continue reading Terbuangnya Manusia dari Taman Firdaus