Primata, evolusi, anarki(sme) (Bagian 1)

Tanggapan
atas Bima Satria Putra 
[2]   (Anarkis.org)

Oleh: Terrik Matahari

Pendahuluan

Membaca tulisan Bima yang berjudul: “Primata, Hierarki, Revolusi” membuat saya sampai pada kesimpulan bahwa Bima tidak mengerti dengan apa yang ditulisnya. Kenapa? Pertama, dengan menggunakan cocokologi Bima berusaha mengait-ngaitkan perilaku sosial simpanse dengan perilaku sosial manusia, lebih buruk lagi dengan mengatakan perilaku agonistik simpanse sebagai upaya pembebasan. Ini aneh karena ia sendiri mengatakan bahwa ada sistem hierarki pada kelompok simpanse. Kedua, dengan mengklaim diri sebagai seorang darwinian, Bima mereduksi evolusi hanya pada mekanisme seleksi alam. Dalam sub-judul kedua (Belajar Dari Primata) alih-alih menjelaskan apa saja yang dapat dipelajari, Bima malah menjelaskan secara serampangan soal evolusi. Karakter reduksionis dalam tulisannya hampir ditemukan dalam keseluruhan teks. Ketiga, dengan menggunakan judul yang genit dan teks layaknya jargon aktivis, Bima jatuh pada glorifikasi anarki(sme). Ini adalah semangat idealisme buta atas anarki(sme). Jujur, saya menemukan spirit mesianistik ditulisan tersebut, seakan-akan anarki(sme) adalah nubuat dan Bima adalah nabinya.

Namun saya secara pribadi berterimaksih pada Bima yang lewat artikelnya telah memberikan ruang untuk diskusi, meskipun membutuhkan waktu hampir 6 bulan untuk menuliskan tanggapan sejak artikelnya dipublikasi. Saya pertama kali membaca artikel ini akhir Februari 2017, beberapa hari sebelum keberangkatan menuju 2 kepulauan paling utara Sulawesi. Terbatasnya waktu menyebabkan kesempatan menuliskan tanggapan ini tidak kesampaian. Beberapa minggu yang lalu, akhirnya tanggapan ini bisa dituliskan. Saya memulainya dengan gambaran singkat soal primata dan etologi, dalam upaya mengenal–meminjam kalimat Bima–“saudara jauh kita”.

Continue reading Primata, evolusi, anarki(sme) (Bagian 1)

UPDATE: NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT RESISTANCE

https://agitasi-info.blogspot.co.id/

 

On Monday, August 28 at 13.oo, heavy equipment escorted by hundreds of police entered the southern farming area, displacing citizens from their land and causing damage to the land of citizens who reject the proposed Kulon Progo airport (New Yogyakarta Internasional Airport). Prior to this, there had been no notice   of “evictions” or the operation of heavy equipment for the construction of the airport. At 14.00 the residents blocked the heavy equipment to operate but were outnumbered by police. The heavy equipment and apparatus protecting it continue to operate under the pretext that the land belongs to PAG (Pakualaman Ground). *

Tuesday, August 29, early morning residents and farmers began to confront heavy equipment.

*Feudal claim of land ownership and have been legitimized/legalized by the so called democratic state of Indonesia.

Senin 28 Agustus pukul 13.oo, alat berat yang dikawal ratusan aparat masuk ke arah selatan pertanian, menggusur lahan warga dan mengakibatkan kerusakan termasuk lahan para warga yang menolak pembangunan bandara Kulon Progo (NYIA). Sebelum ini sama sekali tidak ada pemberitahuan mengenai “penggusuran” dan beroperasinya alat berat untuk pembangunan bandara. Pada pukul 14.00 warga sempat menghalangi alat berat untuk beroperasi tapi kalah jumlah. Alat berat dan aparat yang melindunginya tetap melangsungkan operasinya dengan dalih bahwa tanah itu adalah milik PAG (Pakualaman Ground)

Selasa 29 Agustus, pagi hari warga dan petambak mulai menghadang alat berat.