Never Forget Our Imprisoned Comrades!

https://www.firefund.net/prisonsoli

As in the natural world so in the social reality as well, every motion is perceived when, from the sphere of theoretical consideration it is placed within its surrounding circumstances. Therefore, in order to understand the necessity of the existence and thereby the support – or not- of the Solidarity Fund for prisoners and persecuted militants, we have to look at the socio-political situation, as well as at which level the maturity of the revolutionary movement lies at any given time.

The Solidarity Fund was established in 2010 in a situation, where on the one hand a hard capitalist restructuring was carried out under the guise of the “economic crisis” and on the other hand the radical part of the society, having very recent memories from the experience of the social revolt of December ’08, was in a boom of activities, expressing the genuine and spontaneous social rage. In those given circumstances, where the systemic restructuring entailed the upgrade of repression and the (further) legislative protection of the privileged, while the activity of all struggling parts of the society produced a multiple aggression (ranging from the vigorous workers’ solidarity, the massive clashes, the occupations of buildings and public spaces, the collective direct actions, to the armed revolutionary actions), arose the issue of the dozens of political prisoners.

Due to the upgrade of the “anti-terrorist” laws and the judiciary-repression complex mechanisms, but also bearing in mind the escalation of the revolutionary action itself, these political prisoners were now facing severe and/or lengthy sentences. This created a novel situation for the majority of the radical part of the society since the fall of the military junta (1974). The main characteristic features of this situation appeared to be its severity and duration. In this exact context the Solidarity Fund was established, setting as its initial target the consistent and constant support of those persecuted or imprisoned for their subversive actions and their participation in the social struggles.

Menakar Tanah di Negeri Sendiri dan Menggali Harapan

 

Orang-orang Kiri menganggap gerakan anti-otoritarian, khususnya adalah anarkis, adalah milik mereka yang kekanak-kanakkan atau ke-Barat-Barat-an, milik mereka yang belum memahami identitas mereka sendiri. Alasannya mudah, karena tak ada sejarah anti-otoritarian di Indonesia. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat feodal yang tak mampu bertindak tanpa komando dan kepemimpinan elit; apapun yang diagungkan oleh para penganutnya, selalu saja berupa referensi dari negeri-negeri Barat. Karenanya, anti-otoritarian, anarkis, sama sekali tak relevan di Indonesia. Tapi kini mari kita lihat, bahwa lagi-lagi orang-orang Kiri itu hanya pintar dalam satu hal: berbohong.

Sebagaimana dunia yang merupakan konsekwensi logis dari diakumulasikannya kekuasaan di tangan sedikit orang elit melebar dengan karenanya juga menuai resistensi di mana-mana dalam berbagai bentuknya. Semua resistensi tersebut hanya sedikit diketahui, utamanya karena kekuasaan dominan mengatur semuanya agar seluruh resistensi akan dilupakan dalam sejarah dan lenyap dari ingatan masyarakat. Kalaupun ada yang dibiarkan dikenang, hal tersebut akan didesain agar hanya dikenang atas kekalahannya –bukan kemenangannya.

Beberapa media membahas mengenai kebangkitan populer dan resistensi di berbagai daerah, tapi tanpa memberikan banyak pemahaman atasnya. Media-media “militan” seperti Rumah Kiri yang kini didominasi para Trotskis memang kadang mempublikasikan artikel yang terdokumentasikan dengan baik, membantu mencatat artikel tentang resistensi buruh yang terus berlangsung terhadap seluruh pengorganisasian kerja yang ditulis oleh Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), tapi juga secara tak sadar, dengan menyandingkannya bersama artikel-artikel lain yang berorientasi kekuasaan dan kestabilan sistem, hanya menjadi sebuah mekanisme untuk mengintegrasikan kembali para buruh ke dalam tatanan masyarakat saat ini. Sebagaimana dua oposisi biner dari dunia lama kembali membuktikan ketidakefektifannya, atau dengan secara sengaja tak membahas mendalam mengenai kemiskinan hidup di tataran paling mendasar, maka yang terjadi hanyalah sebuah penguburan aspirasi terhadap kehidupan yang bebas.

Sebagaimana organisasi-organisasi informal dari resistensi klasik hadir, di era awal kemerdekaan Indonesia, dengan hadirnya sejumlah aksi “kriminal” yang dalam prosesnya menjadi kritik atas kekuasaan yang terpusat; kini kita juga sesungguhnya telah menjadi saksi akan aksi-aksi yang tak jarang berbau kekerasan, yang seringkali juga dilabeli sebagai aksi “kriminal”. Dalam dua kasus tersebut, signifikansinya tidak terletak pada kekerasan atau kriminalitasnya, melainkan pada pemberontakannya yang secara potensial mengembangkan harapan positif pada mereka yang mendambakan kehidupan yang bisa dijalani dengan lebih maksimal. Menyingkirkan pendapat para pakar sejarah dan ahli ilmu sosial, kita dapat menunjuk beberapa contoh aksi yang tak bisa dimasukkan dalam kotak kategori aksi protes standar- dimana aksi hanya berupa demonstrasi march sambil membawa plakard dan spanduk, mendatangi gedung pemerintah, berteriak-teriak dengan megafon, bernegosiasi dengan representatif kekuasaan dan pulang ke rumah sambil berseru, “Kami akan datang lagi dengan massa lebih banyak!”

Sekitaran tahun 1945, di Brebes-Tegal-Pemalang, petani-petani desa yang miskin, marah dan kecewa, dimotori oleh tokoh-tokoh kriminal setempat, mulai menyerang elit-elit pedesaan, mempermalukan para bangsawan dan dalam beberapa kasus membunuhi mereka. Saat beberapa tokoh mereka ditangkapi oleh TKR (militer Indonesia yang direstui pemerintah pusat Republik yang baru berdiri), mereka membentuk badan-badan komando yang bertujuan membebaskan kawan-kawan mereka. Pada akhirnya, dihancurkan oleh militer yang beraliansi dengan kelompok-kelompok moderat Islam yang didominasi oleh kelas menengah. Para tokohnya ditangkapi, beberapa dihukum mati. Aksi yang meletup nyaris spontan tersebut, walaupun tak terorganisir baik, di sisi lain adalah sebuah pemberontakan melawan kemiskinan hidup, selain kemiskinan fisikal, dan memperlihatkan bahwa kekuasaan pusat tak relevan dengan kebutuhan nyata masyarakat di daerah.

 

Continue reading Menakar Tanah di Negeri Sendiri dan Menggali Harapan

Menyambut Gairah sang Iblis dan Meniadakan Harapan

:

Catatan: Tulisan ini tadinya merupakan introduksi lima halaman untuk sebuah buku yang berisi terjemahan dari teks-teks Bakunin yang berasal dari buku No Gods No Masters. Tapi, karena sudah hampir dua tahun belum ada tanda-tanda realisasi buku itu akan diterbitkan, penulis memutuskan untuk mengirim tulisan ini untuk diposting di blog ini. Selamat membaca!  
“Una Salus Victis Nullam Sperare Salutem” –  Vigil, The Aeineid
(Satu-satunya harapan bagi mereka yang ditaklukan adalah untuk tidak berharap sama sekali)

Tak ada satupun ideologi, apalagi yang ditelurkan pada abad-abad yang telah lalu, dapat menyelamatkan manusia dari ‘kutukannya sendiri’: peradaban kapitalisme. Mikhail Bakunin, seorang revolusioner Rusia dan bapak dari anarkisme-kolektivis, sebagai salah satu murid Hegel yang baik percaya bahwa kemajuan kolektif dari umat manusia merupakan suatu-satunya jalan menuju penyelamatan manusia dari kutukannya sendiri. Ia membuat perjanjian dengan sang Iblis guna menghabisi segenap rezim keilahian yang bertahta di muka bumi. Sang Iblis menganugerahinya gagasan tentang kesetaraan antar-manusia yang universal dan bagaikan api Prometheus, Bakunin menabuh genderang perang terhadap setiap ‘istana’ kekuasaan ilahi yang termanifestasi dalam bentuk negara-bangsa, otoritarianisme, dan beragam rezim ketuhanan yang selalu saja berkhotbah tentang penyelamatan bagi umat manusia, penyelamatan yang hanya dapat dilakukan oleh segelintir malaikat suci, seperti halnya ketika Nabi Musa yang “memimpin” kaum Yahudi untuk membebaskan diri dari perbudakan Firaun.

“Pemberontakan pertama adalah melawan tirani mutlak dari teologi, bayangan dari Tuhan. Selama kita mempunyai seorang majikan di dalam surga, maka kita akan menjadi budak di atas bumi.”

Dengan begitu, sang Iblis memberinya warisan sejarah yang akan terus bergaung hingga sekarang. Komune Paris 1871 pecah, sahabat-sahabat dekatnya, seperti Tolain dan Varlin, merupakan orang berpengaruh di Komune Paris. Sejumlah anggota Internasionale Perancis, termasuk Eugene Varlin, menerapkan gagasan kolektivisme Bakunin dan gagasan-gagasan federasi dan mutualis dari Proudhon. Pada saat ini juga Marx menulis surat pada Varlin, sebagai salah satu pimpinan Komune, namun anjuran-anjuran Marx sama sekali tidak direspon, sama seperti upayanya yang gagal pada tahun-tahun sebelumnya untuk mengambil pengaruh anggota Internasionale di Perancis.

Komune Paris 1871 menjadi satu percontohan sejarah tentang bagaimana masyarakat yang diatur dari bawah ke atas dan dikontrol oleh rakyat itu sendiri—tanpa adanya negara dan gereja!—menjadi sesuatu yang mungkin dan bukan sekadar utopia semata. Namun, sang Iblis hanya memberi Bakunin satu kesempatan. Komune pun luluh-lantak dalam rentang waktu beberapa bulan, ketika Ia dikepung oleh pasukan Prussia dan para penguasa lokal yang telah kembali menduduki Versailles. Kerajaan Allah telah bersekongkol melawan kemanusiaan. Para Communard (sebutan bagi orang-orang Komune Paris, khususnya mereka yang terlibat sampai titik darah penghabisan), yang menolak untuk menyerah, dihabisi tanpa ampun, dan Paris pun menjadi kuburan massal para Communard.

Apakah sang Iblis telah meninggalkan Bakunin? Sang Iblis yang Ia juluki sebagai pemberontak pertama, sebagai anti-tesis dari ketuhanan, sang Iblis yang telah memberikannya kekuatan negatif yang begitu besar. Namun demikian, sang Iblis juga tak pernah menjanjikan apapun. Tak ada kata harapan dalam kamus sang Iblis. Bakunin memahami ini. Oleh karena itu, dalam setiap petualangan, pemberontakan, dan pelarian-nya dari penjara Rusia yang fenomenal itu, Bakunin tidak menaruh harapan pada apapun selain dirinya sendiri.

Ketika Sang Iblis dan Bakunin Telah Pergi

Dalam pencarian kita akan penyelamatan dari setiap absurditas dunia modern, atau apa yang disebut Bakunin sebagai majikan surgawi yang menguasai bumi, yang mengancam eksistensi kita setiap harinya, hal yang harus kita hilangkan sama sekali  adalah berharap untuk mendapatkan penyelamatan. Apa yang harus kita cari, sebagaimana yang ditemukan Bakunin, adalah gairah atau penemuan kembali dari gairah. Sejumlah individu telah menemukan dan menjadikan gairah sebagai senjata yang paling berbahaya untuk melawan dunia yang menghamba pada uang dan otoritas. Bakunin dan Courderoy, para iblis abad 19, mengungkapkan suatu “gairah kejam yang bebas dari belenggu apapun.”

Continue reading Menyambut Gairah sang Iblis dan Meniadakan Harapan

Mengungkap Art Cabrera! (Mengungkap Gereja ITS BAG I)

Mari kembali menyingkap tirai dari apa yang disebut dan mengklaim “Mafia Eko-Ekstrimis” dan memaparkan Infor mengenai mereka melalui kontak kami. Melacak dan mengumpulkan informasi tentang musuh-musuh otoriter, fasis, reaksioner, dan irasional, bagi kami adalah bagian dari kegiatan kami sebagai anarkis. “Mafia” ini mengatakan bahwa mereka telah bersembunyi dalam bayang-bayang untuk waktu yang lama, yang sebenarnya dimaksud bayang-bayang adalah bersembunyi di balik lemari dengan amplop, kertas, pena dan komputer.

“Art Cabrera” adalah Arturo Vasquez. Siapa “Art Cabrera”? Ia adalah editor dari jurnal eko-fasis Atassa, yang merupakan versi bahasa Inggris dari Gereja ITS Mexico, ‘Individualists Tending Towing the Wild’.

Vasquez, seonggok sampah yang bertanggung jawab untuk menerjemahkan dan menyebarkan apa yang disebut ‘Ekologi Ekstrimis’ dari Amerika Serikat, sedang mencoba untuk memajukan doktrin reaksionernya sambil menjalani kehidupan ganda yang benar-benar palsu dan tidak otentik. Kami bersuka cita untuk mempublikasikan nama aslinya, foto dan detail kontak tempat kerjanya hanya agar dia kerepotan, mau itu kecil atau besar. Karena Vasquez selalu sangat senang melayani Gereja ITS. Menghasut ancaman pembunuhan terhadap rekan-rekan anarkis kami dan meyakini dia tak tersentuh, kami sangat senang melakukan doxxing kepadanya. Ini adalah perusahaan tempat dia bekerja dalam kehidupan aslinya, dan jelas cukup jelas bahwa ia bukanlah seorang yang sungguh seperti apa yang ia paparkan dalam jurnalnya:

https://www.david-ware.com/About-Our-Paralegals.shtml

Mungkin beberapa kawan anti-fasis dan anarkis di Amerika ingin menghubungi tempat kerjanya dan istrinya untuk memperingatkannya bahwa dia adalah anggota berbahaya dari “Mafia Eko-Ekstremis”, semua rincian kontak mereka dapat ditemukan di sana.

Arturo berprofesi sebagai paralegal. Jika dia tidak sepenuhnya berbohong, pekerjaan hariannya seharusnya menjadi pekerjaan hukum bagi para migran, tetapi dia mengklaim dia memilih Trump. Mengingat infus spionase perusahaan belakangan ini, sama mungkinnya seperti troll seperti Arturo mungkin juga menjadi mata-mata perusahaan, sebagai seorang otoritarian dengan penuh tipu daya. Menurut situs web tempat kerja dari kehidupan aslinya, Vasquez lulus dari University of California, Berkeley dengan gelar Sarjana dalam Studi Amerika Latin, dan ia bekerja terutama di bidang hukum imigrasi. Ini juga menyebutkan bahwa Vasquez menghabiskan banyak waktu di Meksiko dan Argentina, dan fasih berbahasa Spanyol, yang tentunya cocok dengan gambaran lulusan Universitas Berkeley yang bepergian ke luar negeri dan menganggap dirinya agak pintar.

Bahwa bajingan Katolik yang sederhana, jelek, botak, berleher lemak ini telah meyakinkan beberapa orang yang menyebut diri sebagai ‘anarkis’ dan ‘nihilis’ untuk bergabung dengan Paduan Suara ITS itu lucu. Inilah yang Aragorn dan LBC bersedia untuk bekerjasama. Arturo Vasquez adalah pecundang dan harus digunakan sebagai target latihan. Ditembak, ditikam, dipukuli, dibakar, apa saja. Datanglah ke Eropa, Arturo, dalam tur berbicara dan promosikan buku Anda, mari kita lihat apa yang akan terjadi pada Anda. Mungkin ada beberapa anarkis di dekat sini yang bersedia untuk “melepas penderitaanmu”, dasar limbah misanthropik!

Dan, seperti yang diduga oleh sebagian besar dari kita, editor Atassa adalah seorang Katolik, mantan penganut Teologi Pembebasan, dengan latar belakang Marxis. Istri Arturo bekerja di biro hukum yang sama, namanya Anitra. Rupanya, anak-anak Anitra maupun Vasquez tidak tahu tentang kehidupan “mafia” eko-fasis online-nya sama sekali. Anitra belajar Biomedical Engineering di Texas A & M University dan memiliki gelar doktor di Neurobiology dari University of Chicago. Bukankah absurd bahwa bidang yang mereka geluti sama dengan apa yang ditargetkan ITS di Meksiko?

Mungkin Arturo menginginkan istrinya mati, diperkosa atau cacat dalam kehidupan rahasianya.

Arturo, mungkin inilah waktunya untuk memberi tahu istri Anda Anitra dan anak-anak Anda bahwa Anda percaya pada budaya perkosaan, pembunuhan wanita, dan teror tanpa pandang bulu atas nama konsep religius terbaru Anda: Alam Liar. Atau apakah Anitra sudah tahu Anda memiliki ‘Wild Nature’, seorang Janus? Adakah hal lain yang masih belum kita ketahui mengenai hidup ganda seorang Arturo ini? Mari kita cari tahu.

L,

325.nostate.net

L.

Dua Publikasi Tentang Anarkisme Belarusia, Ukraina, Russia.

Dua publikasi baru dalam bahasa Inggris. “Pemerintah Rusia, seperti rezim otoriter lainnya, tidak dapat ada tanpa citra musuh, eksternal atau internal. Tetapi orang-orang sejak zaman Soviet telah terbiasa dengan “ancaman Barat” yang abadi dan mata-matanya. Oleh karena itu, masyarakat semakin didorong ke jarum pembantaian brutal “kekuatan musuh publik”. Untuk tujuan ini, topik ekstremisme secara aktif dipromosikan dan “musuh” baru dicap. ”

 

  1. Video Anarkis Militan di Belarusia, Ukraina, dan Russia https://a2day.net/radical-anarchists-in-the-bur-2008-2017/
  2. Network Underground: https://a2day.net/network-underground/

 

AWAS LENINIS!!

Leninisme bukanlah sebuah pengembangan dari ide-ide Karl Marx, melainkan sebuah pendistorsian darinya, dan Stalinisme adalah sebuah parodi menyeluruh atas Marx. Sayangnya kedua partai “komunis” di Indonesia yang mengaku revolusioner dan mengklaim diri mereka sebagai penerus ide-ide Marx justru mengikuti jalur yang telah ditentukan oleh kedua diktator tersebut. Maka, saat ini seorang Marxis yang baik adalah mereka yang berada di luar partai, sementara yang tertinggal dalam partai hanyalah mereka yang paling idiot.

Semenjak saya menyatakan diri keluar dari PRD dan meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya tidak setuju dengan kitab suci ideologi si botak Lenin, saya tidak tahu lagi apa penyebabnya, tapi setiap saat saya melihat seorang Leninis berjalan ke arah saya—dalam sebuah demonstrasi misalnya—saya selalu waspada, tegang. Jantung saya mulai berdebar-debar, dan secara spontan saya mulai mencari rute kabur serta bersiap-siap membela diri. Dalam hati, bahkan saya mengutuki diri saya sendiri yang membiarkan diri saya terlihat oleh para Leninis tersebut. Apa saya nggak sadar, bahwa hampir dalam setiap demonstrasi kaum Leninis selalu menyusup, berpakaian lusuh, ngantongin handphone dan ngebawa setumpuk kutipan kalimat si gundul Lenin di kepala mereka? Gobloknya saya ini! Sekarang lihat! Si Lenin yang terlahir kembali makin deket, makin deket, dekeeet—dan kemudian—fiuh! Dia terus lewat tanpa ngeliat atau ngeganggu saya, dan saya bisa bernafas lega sekarang…

Bekerjasama Dengan Musuh Memang Mengandung Resiko Dikhianati

 

Continue reading AWAS LENINIS!!

Solidaritas Untuk Kawan-kawan Yogyakarta! (AUSTRALIA)

Solidarity with Anarchists in Yogyakarta, Indonesia from Narrm / Melbourne ( so-called Australia ) Anarchists.

Banner reads ‘Solidarity with Yogja Comrades
May Day Setiap Hari ( May Day Every Day )’

On May Day in Yogyakarta 69 comrades were arrested. There has since been a huge crackdown involving raids and more arrests based on flimsy evidence. At present there are 11 comrades still locked up in Yogyakarta Police Prison, they are isolated and not allowed any contact with comrades outside.

This has only strengthened the resolve of the comrades to keep up the fight against the feudal system ruling Yogja and the Kraton (palace) of the so called sultan.

There is a fundraising drive to raise money for legal assistance which has been largely local however there is a paypal account here for donations outside Indonsia. https://www.paypal.me/TobiVBonano